Minggu, 17 April 2016

NGOPI SEDEKAH! Rebana Syifana Mensponsori Pengajian Umum Dalam Rangka Santunan Yatim - Oktober 2015




NGOPI SEDEKAH
===============

Banyak orang yang bersedekah karena mengharap balasannya sesuai apa yang disabdakan Allah dalam Al Quran. Entah itu untuk mendapat pekerjaan yang layak, keuntungan usaha yang berlipat-lipat, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan bertambahnya harta.

Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dikatakan, “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir. Pada tiap-tiap bulir 100 biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunianya lagi Maha Mengetahui.”

Lalu salahkah jika bersedekah dengan berharap balasan berlipat ganda sebagaimana yang telah Allah swt janjikan?

Ternyata tidak ada yang salah. Namun, jika bersedekah sebatas itu biasanya:

Pertama, ‘sedekah yang dikeluarkan hanyalah sebatas untuk mendapatkan ‘balasan’ yang kita inginkan. Karena Allah sesuai prasangka hambanya, terkadang Allah juga membalas sesuai yang kita minta. Tidak lebih.

Misalnya, kita sedang butuh uang untuk biaya kos atau kontakan, sebanyak Rp 700.000,00. Karena pakai hitung-hitungan, akhirnya kita menghitung berapa sedekah yang harus dikeluarkan supaya mendapat tujuh ratus ribu rupiah? Akhirnya, hanya bersedekah 1000 rupiah di kotak infaq mesjid. Allah biasanya membalas maksimal sampai angka Rp 700.000,00 bahkan kurang. Bisa jadi karena niatan awalnya dan kadar keikhlasannya.

Kedua, Banyak orang yang hitung-hitungan seringnya menyalahkan dan meragukan janji Allah karena merasa ‘hitungannya tidak tepat’. Butuhnya berapa dikasihnya berapa sama Allah. Lalu mulailah dia ‘kapok’ bersedekah.

Saudara, perlu diingat bahwa tidak selalu Allah membalas sedekah kita dengan balasan yang bersifat duniawi sesuai dengan logika “matematika sedekah’, boleh jadi balasannya berupa bentuk yang lain. Entah itu kesehatan, kebahagiaan, kesakinahan, dan lain-lainnya.

Ketiga, boleh jadi Allah tidak membalas dengan logika matematika, mungkin karena kita lebih tidak membutuhkannya. Kita lebih membutuhkan yang bukan logika matematikanya. Seandainya Allah membalas dengan harta sesuai dengan yang kita logikakan, mungkin hal itu akan mendatangkan kemudhorotan bagi kita.

Jadi, harus gimana ?
Kuncinya kalau bersedekah ya harus ikhlas. Niatkan bersedekah itu sebagai tabungan amal, bukan transaksi jual beli dengan Allah. hehehe




Allah tahu balasan yang terbaik untuk setiap harta yang kita sedekahkan. Wallahu wasi'un Alimmmmm

081390286402
NGOPI SEDEKAH
===============

Jumat, 10 Januari 2014

Ada Apa di Bulan Maulid Tahun Hijriah

Ada Apa di Bulan Maulid Tahun Hijriah? Ada Sejarah Lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Mari disimak bersama.


Sejarah Kisah Lahirnya Nabi Muhammad SAW
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW - Maulid Nabi atau Maulud adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, dimana di Negara Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad di ambil dari bahasa bahasa Arab yang artinya hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Seperti yang tercatat wikipedia; sejarah awal mula perayaan maulud nabi Muhammad SAW diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuan Maulud Nabi adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya. Untuk lebih lanjut mempelajari sejarah awal mula maulid nabi, seperti biasa awalmula.com berbagi informasi yang dirangkum dari berbagai sumber untuk menambah ilmu pengetahuan kita tentang sejarah lahirnya nabi Muhammad SAW.

Sejarah Awal Mula Maulid Nabi
Pertama kali yang mengada-adakan hari-hari raya dan perayaan-perayaan secara umumnya Maulid-maulid secara khususnya adalah Ubaidiyyun, sebagaimana disebutkan oleh Al Maqrizi dalam kitabnya “ Al-Mawa’idz Wal I’tibar Bidzikril Khuthath Wal Aatsar “ secara nasnya:
(dahulu para khalifah Bani Fathimiyyun sepanjang tahunnya memiliki hari-hari raya dan musim-musim yaitu: musim permulaan tahun, hari Asyura, dan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan mauled Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, dan mauled Hasan dan Husin radhiallahu anhuma, dan mauled Fathimah Az-Zahra radhiallahu anha, dan maulid khalifah Al hadhir, malam pertama Rajab, malam pertengahan Rajab, malam pertama Sya’ban, malam pertengahan Sya’ban, musim malam Ramadhan, awal Ramadhan, Pertengahan Ramadhan, akhir Ramadhan …)

Dan Al-Maqrizi menyebutkan sebagian yang dilakukan pada perayaan-perayaan dan hari-hari raya khususnya enam maulid. Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’ie Mantan Mufti Mesir menyebutkan dalam kitabnya: (Ahsanul Kalam Fiima Yata’allaqu bissunnah wal bid’ah minal Ahkam ): bahwa pertama kali yang mengada-adakan enam perayaan maulid tersebut yakni: Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam, maulid Ali, Fathimah, Hasan, Husain radhiallahu anhum, dan maulid Khalifah Al-Hadzir yaitu Al-Mu’izzu Lidinillah dan itu pada tahun 362 H. dan bahwa perayaan-perayaan ini berlangsung hingga dibatalkan oleh Al-Afdzal bin Amirul Jaisy setelah itu.

Siapakah Bani Ubaidiyyun ?
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam kitabnya “ Al-Bidayah Wannihayah”:
(Raja Bani Fathimiyyun telah berkuasa selama 280 tahun. Yang pertama berkuasa adalah Al-Mahdi yang merupakan orang yahudi, lalu masuk kenegeri Maroko dan menggunakan nama Ubaidillah, dan mengaku sebagai keturunan ‘Alawi Fathimiy, dan mengatakan tentang dirinya: bahwa dia Al-Mahdi, yang mana dakwaan pendusta ini didukung oleh orang-orang yang jahil, sehingga mereka memiliki Negara dan kekuatan, dan mendirikan sebuah kota yang diberi nama Al-Mahdiyah dinisbatkan kepadanya, dan dia menjadi raja yang ditaati.

Kemudian diteruskan oleh anaknya Al-Qoim Muhammad, kemudian anaknya Al-Manshur Ismail, kemudian anaknya Al-Mu’izzu Ma’din, dialah pertama dari mereka yang memasuki negeri Mesir, dan dibangun untuknya Kairo Al-Mu’izziyah dan istana-istana kemudian anaknya Al-Aziz Nazzar, kemudian anaknya Al-hakim Manshur, kemudian anaknya Ath-Thahir Ali, kemudian anaknya Al-Mushtansir Ma’din, kemudian anaknya Al-Musta’li Ahmad, kemudian anaknya Al-Amir Manshur, kemudian anak pamannya Al-Hafidz Abdul Majid, kemudian anaknya Adh-Dhafir Ismail, kemudian Al-Faiz Isa, kemudian anak pamannya Al-‘Adzid Abdullah, yang terakhir dari mereka, yang seluruhnya 14 raja selama 280 tahunan.

Dahulu Bani Fathimiyyun merupakan khalifah yang terkaya, terkejam dan paling dholim, yang paling bejat sejarahnya, muncul dimasa mereka kebid’ahan dan kemungkaran, dan banyak pelaku kerusakan sedikit disisi mereka orang-orang shalih dari para ulama dan ahli ibadah, dan banyak tersebar dinegeri syam agama Kristen, Durruziyah, dan Hasyisyiyah..).

Inilah sekilas dari sejarah mereka supaya mereka yang menghidupkan perayaan Maulid dan lainnya siapakah tauladan mereka dalam perkara ini sehingga mereka mengikuti petunjuk dan menyerupai mereka. Sehingga tidak masuk akal apabila para salafush sholih tidak mengenal hal ini lalu mereka mengikuti para Ubaidiyyun yang sesat !!

Sultan Irbil dan perayaan Maulid:
Dahulu di Mosul ada ahli zuhud yaitu Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla (dahulu dia memiliki satu ruangan yang selalu didatanginya, dan setiap tahunnya dibulan Maulid ada undangan yang didatangi oleh para raja, pemerintah, para ulama, menteri dan mereka merayakan hal itu)

Abu Syamah berkata dalam kitabnya: “ Al-Ba’its ‘alaa inkaril Bida’I wal hawadits” ketika membahas tentang maulid nabi: (pertama kali yang melakukannya di Mosul Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla seorang yang shalih yang masyhur yang diikuti kemudian oleh Sultan Irbil dan yang lain semoga Allah merahmati mereka).

Dan Sultan Irbil disini adalah Al-Mudzaffar Abu Sa’id Kukburi bin Zaidud diin Ali bin Tabaktakin Sultan Irbil yang wafat tahun (630 H) yang paling terkenal dalam merayakan Maulid Nabi secara berlebihan setelah Ubaidiyyun, dimana dia merayakannya dengan mewah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam sejarahnya, beliau berkata: (berkata As Sabth: telah dihikayatkan oleh sebagian yang menghadiri perayaan Mudzaffar dalam maulid dimana dia menyajikan 5000 kepala bakar, 10000 ayam, dan 100000 susu kering, dan 30000 piring kue manis… dia berkata: diantara yang menghadirinya dalam pesta maulid para ulama, ahli sufi, dan memperdengarkan nyanyian sufi dari dhuhur hingga subuh dan dia ikut menari bersama mereka…).
Dari sini menjadi jelas bahwa perayaan maulid dan semacamnya termasuk kebid’ahan Ubaidiyyun, kemudian diikuti oleh para ahli zuhud dan raja, dan ikuti oleh orang awwam, sebagaimana kita tahu bahwa ini bertentangan dengan nas-nas syarie dan amalan para salafush shalih yang mulia.

Walaupun sebagaimana dikatakan bahwa peringatan ini diperbolehkan oleh sebagian ulama seperti Imam Subki, Suyuthi, atau Ibnu Hajar dan pernah dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, meskipun kita menghargai jasa para ulama besar tersebut bagi kejayaan islam dan kaum muslimin, namun ketika hal itu bertentangan dengan syariat, maka kita lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dan RasulNya shallallahu alaihi wasallam, apalagi diantara ulama yang sekaliber merekapun ada yang menolaknya, jadi kita menolak perayaan ini bukan dengan pendapat kita sendiri.

Seandainya hal tersebut adalah baik, maka pastilah para salafus sholih sudah melaksanakannya, karena mereka ada suri tauladan terbaik dalam kesungguhan melaksanakan ajaran yang baik karena Allah Ta’alaa berfirman yang artinya:
“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau Sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului Kami (beriman) kepadanya”. [ Al-Ahqaf: 11].

Ibnu Katsir dalam menafisrkan ayat ini berkata: adapun Ahli Sunah Wal Jamaah mereka mengatakan tentang setiap perbuatan atau perkataan yang tidak penah dipastikan dari para sahabat: adalah bid’ah karena seandainya hal itu baik tentulah mereka telah mendahului kita dalam hal itu mereka tidak pernah meninggalkan satu perbuatan baik pun kecuali mereka segera mengamalkannya. Tafsir Ibnu Katsir juz 7 hal 278.

Jumat, 26 Juli 2013

Keutamaan Sholat Tarawih

30 Keutamaan Sholat Tarawih.


Sayyidina Ali Bin Thalib r.a. meriwayatkan sebuah hadist Rosullullah sebagai jawaban dari pertanyaan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW tentang kelebihan Sholat Tarawih pada bulan Romadhon. Berikut adalah keutamaan Sholat Tarawih:
  1. Orang mukmin (yang beriman) keluar dari (diampuni) dosanya pada malam pertama, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya. 
  2. Pada malam kedua, ia diampuni, dan juga kedua orang tuanya, jika keduanya mukmin. 
  3. Pada malam ketiga, seorang malaikat berseru dibawah ‘Arsy: “Mulailah beramal, meneruskan sholatnya pada malam-malam yang lain, semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat.” 
  4. Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).
  5. Pada malam kelima, Allah Ta’ala memeberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, masjid Madinah dan Masjidil Aqsha. 
  6. Pada malam keenam, Allah Ta’ala memberikan pahala para Malaikat dan orang yang berthawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas serta tanah kepada setiap orang yang sholat dimalam tarawih ini. 
  7. Pada malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa a.s. dan kemenangannya atas Fir’aun dan Hamman. 
  8. Pada malam kedelapan, Allah Ta’ala memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada Nabi Ibrahim as.
  9. Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Ta’ala sebagaimana mutu ibadatnya Nabi Muhammad SAW. 
  10. Pada malam kesepuluh, Allah Ta’ala mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat. 
  11. Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya. 
  12. Pada malam kedua belas, ia datang (dibangkitkan) pada hari kiamat dengan wajahnya (bercahaya) bagaikan bulan di malam purnama. 
  13. Pada malam ketiga belas, ia datang (dibangkitkan) pada hari kiamat dalam keadaan aman dari segala kejahatan serta keburukan. 
  14. Pada malam keempat belas, para malaikat akan datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat. 
  15. Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung (pemikul) Arsy dan Kursi. 
  16. Pada malam keenam belas, Allah menuliskan/menerapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga. 
  17. Pada malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.
  18. Pada malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah ridho kepadamu dan kepada ibu bapakmu (baik yang masih hidup, maupun yang telah wafat).” 
  19. Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajat-derajatnya dalam surga Firdaus. 
  20. Pada malam kedua puluh, Allah memberi/mengkaruniakan pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh). 
  21. Pada malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya sebuah gedung/mahligai dari (Nur) cahaya. 
  22. Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan (duka-cita) dan kesusahan serta kerisauan (di Padang Mashyar). 
  23. Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga yang terbuat dari (Nur) cahaya. 
  24. Pada malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa yang (mustajab) dikabulkan (diutamakan dikerjakan ketika sujud). 
  25. Pada malam kedua puluh lima, Allah Ta’ala menghapuskan darinya azab (siksa) kubur. 
  26. Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat/mengkaruniakan pahalanya selama empat puluh tahun ibadah. 
  27. Pada malam kedua puluh tujuh, Allah akan memudahkan ia melewati shirath (Shirothol-Mustaqim) pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar. 
  28. Pada malam kedua puluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu derajat di akhirat (dalam surga). 
  29. Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya/mengkaruniai pahala seribu haji yang (mabrur) diterima. 
  30. Dan pada malam ketiga puluh, Allah ber firman : “Wahai hamba-Ku, makanlah buah-buahan (surga) yang engkau inginkan, mandilah dari air sungai Salsabila dan minumlah dari telaga Al-Kautsar yang dikaruniakan kepada Nabi Muhammad SAW. Akulah Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku.” Akhirnya, semoga amal ibadah kita diterima dan kita mendapatkan pangkat dan derajat dari Allah sebagai seorang yang bertaqwa.

Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.

Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.



Mari kita jalankan sholat Tarawih di Bulan Suci Ramadhan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.





Akhir Hayat Wanita Sholehah

Seberkas Cahaya Putih di Depan Mata Sigit, Menggantikan Kabut Hitam. Kedatangan Cahaya Putih yang Telah Menggantikan Kabut Hitam itu Lantaran Mbah Putri itu Meninggal dalam Keadaan Baik Usai Shalat Maghrib.

Cerita ini di ambil dari Majalah Hidayah Juni 2008.

Meninggal Khusnul Hotimah
Empat tahun yang lalu. Malam serasa pelan. Senja pun sudah berganti gelap sejak adzan maghrib bergema. Lampu-lampu pun dinyalakan, termasuk lampu di rumah Sigit yang terletak diperumahan Ciomas, Bogor. Tapi rintik yang turun sejak siang hari itu, telah mengubah suasana perumahan seakan menjadi lengang.

Tidak ada anak-anak yang bermain. Tidak ada lalu-lalang orang, kecuali satu dua orang yang pulang dari tempat kerja. Selebihnya, warga memilih tinggal dirumah. Sementara mendung di cakrawala serupa alumunium. Putih keperakan dan hujan masih turun, meninggalkan sisa embun di kaca.

Hari itu sebenarnya Sigit berencana pulang kampung ke Banjarnegara bersama istri dan anak-anaknya. Tetapi karena anak bungsunya tiba-tiba di serang demam, akhirnya ia mengurungkan niat. Hujan masih turun. Seiring dengan butir-butir hujan yang turun dari langit, Sigit merasa digelayuti perasaan yang tidak enak. Sekalipun ia sudah mengabarkan pembatalan pulang ke kampung, tetap saja ada sebongkah perasaan aneh yang mengganjal di hati.

Waktu maghrib berlalu. Setelah keluarga kecil itu usai menunaikan ibadah sholat maghrib, Sigit dan istrinya duduk diruang tengah melepas lelah. Sesekali ia melihat anaknya yang dibalut selimut tebal. Saat memasuki waktu isya' tiba-tiba telpon diruang tengah berdering. Istri Sigit yang kebetulan duduk dekat meja telpon, mengangkat gagang telepon. Dari tempat duduknya, Sigit menatap wajah istri menjawab salam. Tapi Sigit tiba-tiba dikejutkan dengan raut muka istrinya yang berubah seraya dari bibir istrinya terucap, "Innalillahi wa inna Lillahi roji'un".

 Sigit tersentak kaget dan dadanya bergemuruh. "Siapa yang meninggal, Bu? tanya sigit dengan penasaran.
"Mbah putri sudah tiada Mas". Jawab sang istri dengan lembut.

Seketika itu, mata sigit diselimuti kelam mala. Kabut yang serupa bayangan hitam menutupi tatapan matanya menerawang ke masa lalu yang pernah ia lewati, saat ia mengunjungi rumah sang nenek. Tetapi kini neneknya telah tiada. Maka air mata Sigit menitik membasahi pipi dan wajahnya. Wajah nenek Sigit membayang jelas, menari-nari di pelupuk matanya. Ia pun terjerat kenangan masa silam, ketika masih kecil dan dekat dengan Mbah putri.

Tapi kabut hitam di sudut matanya itu mendadak sirna, tatkala sang istri menimpali "Mas, Mbah putri meninggal seusai sholat maghrib, masih menggunakan mukena dan meniggal di atas sajadahnya...".
Seberkas cahaya putih berpendar di depan mata Sigit, menggantikan kabut hitam. Kedatangan cahaya putih yang telah menggantikan kabut hitam itu lantaran Mbah Putri meninggal dalam keadaan baik usai sholat maghrib.

Meski sedih, tapi di hati Sigit merasa lega. "Bukankan segenap uamt islam di seluruh dunia mengimpikan meninggal dalam keadaan baik, ketika menjalankan ibadah kepada Allah?" Ya, itulah impian setiap umat muslim ingin Hidup Bahagia dan Meninggal Khusnul Hotimah.

Semoga kita semua selalui terlindungan dalam kebaikan sampai akhir hayat. Amin...



Kamis, 18 April 2013

Koleksi Musik Islam untuk Anak-Anak

Minggu, 30 Desember 2012

Fenomena Qasidah Modern



Fenomena Qasidah Modern

Setiap bulan suci Ramadhan, tidak mengherankan lagi begitu banyak album-album berlabel religius Islami dirilis oleh berbagai perusahaan rekaman. Ini merupakan fenomena yang berkembang sejak dasawarsa 1970-an. Artis maupun kelompok musik yang sesungguhnya menapak di jalur musik pop, melakukan terobosan dengan merilis album bertajuk Qasidah Modern.
Mungkin masih melekat dalam ingatan bahwa pada paruh dasawarsa 70-an, tiba-tiba begitu banyak kelompok musik yang menjejali industri musik kita dengan musik ber-label qasidah modern. Ada Koes Plus (Tonny, Yon, Yok, dan Murry) dari label Remaco yang merilis album qasidah dengan sederet lagu seperti Nabi Terakhir, Ya Allah, Sejahtera dan Bahagia, Zaman Wis Akhir, Ikut Perintah-Nya, Karena Ilahi, atau Kesyukuran yang Suci. Kelompok rock asal Surabaya AKA yang didukung Utjok Harahap, Arthur Kaunang, Soenatha Tandjung, dan Syech Abidin, di perusahaan rekaman yang sama pun mengeluarkan album bertema qasidah modern.
Uniknya, baik Koes Plus maupun AKA dan beberapa personelnya seperti Yon Koeswoyo (Koes Plus), Soenatha Tandjung, dan Arthur Kaunang (AKA) justru bukan penganut Islam. Lalu Bimbo pun tak ketinggalan merilis album qasidah modern dengan lagu-lagu, seperti Rindu Kami pada-Mu, Qasidah Matahari dan Rembulan, Dikaulah Tuhan Terindah, hingga Anak Bertanya pada Bapaknya. Menariknya dalam penulisan lirik lagu, Bimbo menjalin kolaborasi dengan penyair Muslim, Taufiq Ismail. Selain itu, Bimbo yang didukung Sam, Acil, Jaka, dan Iin Parlina, juga memperoleh kontribusi penulisan lirik dari K.H. Miftah Faridl, E.Z Muttaqien, Endang Sjaifuddin Anshari, dan banyak lagi.
Tak semuanya menuai sukses. Itu patut diakui. Namun, dari pergulatan yang kompetitif, mencuat salah satu di antaranya adalah kelompok Bimbo asal Bandung Jawa Barat, yang kemudian berlanjut hingga sekarang ini. Bahkan, Bimbo yang tahun ini genap berusia 40 tahun, memperoleh predikat sebagai kelompok musik religius.
Penggagas
Lalu siapakah sesungguhnya yang menggagas munculnya terminology qasidah modern dalam industri musik (pop) Indonesia? Dalam catatan, ada pemusik bernama Agus Sunaryo yang memimpin kelompok musik Bintang-bintang Ilahi berupaya memasukkan unsur qasidah modern dalam musik yang mengiringi qasidah. Instrumen combo band mulai dilibatkan di dalamnya, seperti keyboard, gitar elektrik, dan bass elektrik.
Tersebutlah Rofiqoh Darto Wahab, penyanyi qasidah yang telah mencuri perhatian ketika tampil dengan qasidah modern pada sebuah acara keagamaan yang berlangsung di kota kelahirannya, Pekalongan, pada tahun 1964. Lalu ada kelompok qasidah wanita yang bermain dengan setumpuk instrumen band bernama Nasyidah Ria, yang antara lain memopulerkan lagu Perdamaian, lagu yang kemudian dibawakan dalam versi rock oleh kelompok Gigi. Artis lainnya yang mencoba berqasidah modern, antara lain penyanyi Fenty Effendy serta Djamain Sisters yang didukung Rien Djamain.
Pro dan kontra perihal qasidah modern pun menyembur. Mochtar Luthfy El Anshary, salah seorang ahli musik qasidah, yang pernah memimpin Orkes Gambus Al Wardah dan Hasan Alaydrus dari Orkes Gambus Al Wathan, menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Agus Sunaryo dengan embel-embel qasidah modern sebetulnya tak bermuatan anasir modernisasi qasidah. ”Saya hanya melihat musik band yang pop telah dipaksakan dengan syair-syair lama,” kata Alaydrus, seperti yang ditulis majalah Tempo edisi 37/IV/16/ 22 November 1974.
Mochtar Luthfy El Anshary berpendapat, ”Pantun-pantun bahasa Arab itu diletakkan dalam irama yang tidak tepat.” Namun, niat untuk ‘memodernisasi’ qasidah tiada pernah berhenti. Dari tahun ke tahun pergeseran telah terlihat dengan nyata. Saat itu, pada tahun 1974, Koes Plus yang menoreh kontroversi, karena juga merilis album Natal, menyanyikan syair religius dengan menggunakan bahasa Jawa pada lagu bertajuk Zaman Wis Akhir.
Bimbo sendiri banyak mengadopsi musik Flamenco dalam racikan musik qasidahannya. Dan, Bimbo bahkan telah mencoba melepaskan diri dari pakem qasidah yang berbasis bahasa Arab. ”Kami menggunakan syair berbahasa Indonesia,” ujar Samsudin Hardjakusumah atau lebih dikenal dengan Sam Bimbo.
Keragaman
Saat ini keragaman musik religius sangat terasa. Ada yang menyelusupkan pengaruh musik R&B (rhythm and blues), seperti yang dilakukan oleh kelompok Shaka hingga Nawaitu Project. Kelompok Gigi bahkan seolah meneruskan apa yang pernah dilakukan oleh kelompok rock, AKA, pada tahun 1975, memasukkan anasir musik rock yang dinamis dan sarat gegap gempita.
Debby Nasution dari Gank Pegangsaan dalam album solo religiusnya malah memasukkan repertoar klasik milik Johann Sebastian Bach. Ada pula yang membaurkannya dalam musik jazz, seperti album Sound of Beliefe. Gito Rollies mendaur ulang dua hit dari The Rollies yakni Hari Hari dan Kau yang Kusayang, tetapi dengan lirik yang telah mengalami perubahan, dari tema hedonistic materialistic menjadi kontemplasi religi.
Hingga saat ini, sudah tak terhitung lagi jumlah album religius yang beredar di tengah masyarakat. Opick, seorang pemusik rock yang gagal dalam karier musik rocknya, malah menemukan jati diri musikal yang sesungguhnya pada musik religius.

Pengertian Qasidah



Pengertian Qasidah

Pengertian qasidah yang terdapat dalam khazanah kesusasteraan Indonesia mirip dengan kasidah yang ada dalam sastra Arab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa kasidah merupakan “bentuk puisi, berasal dari kesusateraan Arab, bersifat pujian (satire, keagamaan), biasanya dinyanyikan (dilagukan)” (Tim Penyusun Kamus, 1988:493). Meskipun demikian, istilah tersebut berbeda dengan istilah yang sama yang terdapat dalam ungkapan “lagu kasidah” yang umumnya berbahasa Indonesia.
Istilah kasidah menurut Ma’luf dan Cowan dalam Syihabuddin (1997:16) berasal dari kata qasada yang salah satu bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti ‘dimaksudkan’, ‘disengaja’, dan ‘ditujukan kepada sesuatu’. Al-Hasyimi (t.t) dalam Syihabuddin (1997:16) mengungkapkan bahwa qasidah ialah syair yang larik-larik baitnya sempurna. Sebuah sya’ir disebut kasidah karena kesempurnaannya dan kesahihan wazannya, karena pengungkapnya menjadikannya sebagia hiburan, menghiasinya dengan kata-kata yang baik dan terpilih; karena kasidah itu diungkapkan dari hatinya dan perasaannya, bukan dari penalarannya semata.
Sementara itu Nicholson (1962:76-77) menegaskan bahwa pengertian kasidah itu berpusat pada masalah bentuk struktur, persajakan akhir, dan jumlah baitnya. Yang mirip dengan Nicholson di atas ialah pendapat Houtsma (1927:952) yang mengatakan bahwa kasidah merupakan sebuah istilah yang menunjukkan suatu jenis sya’ir yang sangat panjang. Kata kasidah itu sendiri menunjukkan kepada fungsinya, yaitu ditujukkan untuk memuji (“madaha”) kabilahnya atau seseorang, sehingga si penyair beroleh suatu hadiah, atau dimaksudkan untuk mencela suatu kabilah atau seseorang yang dibencinya.
Selanjutnya Houtsma dalam Syihabuddin (1997:17) menegaskan bahwa sebuah kasidah memiliki struktur penceritaan tertentu. Yaitu ia diawali dengan unsur “nasib” atau “gazal” (kerinduan kepada kekasih, kampung halaman, atau berupa percintaan). Setelah itu dilanjutkan kepada unsur kedua berupa gambaran petualangannya dan perjalanannya tatkala pergi menuju kekasihnya dan kampung halamannya. Pada bagian inilah biasanya si penyair menggambarkan kehebatan kudanya, untanya, keganasan padang pasir, dan keberaniannya dalam menghadang bintang buas. Kemudian unsur kedua ini diikuti unsur ketiga berupa inti kasidahnya, yaitu memuji atau mencela seseorang atau suatu kabilah. Kemudian kasidahnya ditutup dengan ajaran-ajaran moral.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, kasidah tidak lagi memegang seluruh konvensi di atas. Di antara konvensi yang ditinggalkannya ialah struktur penceritaan kasidah. Dan sebagian penyair pun menggunakan konvensi secara lebih longgar. Hal ini terjadi pada perkembangan syair periode modern.
Dengan demikian, dapatlah ditegaskan bahwa kasidah sebelum periode modern merupakan syair panjang yang terikat oleh konvensi ‘arudl, bersifat madah (ode) atau hija’ (satire), dan memiliki struktur penceriataan yang terdiri atas tiga unsur sehingga menjadikannya panjang. Dewasa ini konvensi tersebut tidak lagi dipegang seketat pada periode sebelum modern.

Menurut Djohan (2006:43-44), kedekatan suara dengan keseharian manusia kemudian membuka peluang untuk melihat suara dari berbagai sudut pandang yang lain. Dari kacamata psikologi misalnya, pemahaman seseorang mengenai suara sangat tergantung pada bagaimana persepsi orang tersebut terhadap apa yang ia dengar. Persepsi ini dipengaruhi pengalaman musikal dan pengalaman sosial budaya. Sebagai contoh seorang tentara akan terbiasa dengan letusan senjata karena merupakan bagian dari latihan sehari-hari, namun bagi masyarakat awam, bunyi letusan senjata dapat dengan segera memicu ketakutan akan terjadinya suatu hal yang buruk. Pemahaman terhadap suara dan musik juga sangat dipengaruhi faktor budaya. Masyarakat Barat akan segera mempersepsikan nada-nada gamelan yang pentatonik sebagai “musik Timur” dan sebaliknya seorang pengrawit yang mendengar repertoar musik klasik akan segera menganalogikannya dengan “musik Barat”. Selain itu, setiap budaya pada umumnya juga memiliki jenis musik yang khas. Pemahaman tentang aspek psikobiologis suara berawal dengan pengertian bahwa perubahan getaran udara sebenarnya adalah musik. Jauh sebelum pembentukan ontogenetik dan filogenetik suara musik, fenomena akustik yang ditemukan sudah merupakan nilai-nilai terapi musik. Fenomena akustik ini membuat orang dapat menghargai dan menentukan kembali suara eksternal serta menerjemahkan suara tersebut ke dalam bahasa musik. Akustik, suara, vibrasi, dan fenomena motorik sudah sejak ovum dibuahi oleh sperma untuk membentuk manusia baru. Pada saat itu terdapat berbagai proses yang melingkupi telur dalam kandungan, berproduksi dengan gerakan dinamis, mempunyai vibrasi, dan memiliki suara tersendiri. Misalnya, bunyi yang dihasilkan oleh dinding rahim, urat nadi, aliran darah yang mengalir bisikan suara ibu, suara dan desah nafas, mekanisme gerakan dan gesekan tubuh bagian dalam, gerakan otot, proses kimiawi dan enzim, serta banyak lainnya. Semua ini dapat dikelompokkan sebagai sebuah kesempurnaan suara.
Montello ((2004:41) menghubungkan jenis musik dengan aspek kecerdasan musik manusia, pertama, adalah musik badan, menurut ilmu pengetahuan dan falsafah yoga, terdapat lima tingkat fungsional yang membentang di seluruh spektrum kesadaran manusia. Dari yang paling kasar sampai yang paling halus, kesadaran itu meliputi tingkat badan fisik, badan energi/napas, pikiran, intuisi/intelek, dan kebahagiaan. Selanjutnya jenis musik energi, dimana mempengaruhi kekuatan untuk hidup. Menurut Gurdjieff dalam Montello (2004:73); Waktu adalah napas, Dunia napas/energi menyediakan hubungan antara material badan yang lebih padat dan dunia pikiran yang lebih halus. Menurut Hazrat Inayat Khan (1983:201), seorang ahli sufi, napas adalah hasil dari arus [yang] mengalir tidak hanya lewat badan, tetapi juga lewat semua bidang keberadaan manusia arus dari seluruh alam adalah napas sebenarnya itu adalah satu napas tetapi sekaligus banyak napas.
Sumber energi sebenarnya adalah kerangka getaran yang di seputarnya terbentuk badan fisik. Dalam teori Jenny tentang partikel besi lemah, tiba-tiba hidup dan mengatur diri menjadi pola orsinil ketika nada berneda yang bergetar menjadi bidang logam tempat mereka istirahat. Artinya jenis musik dengan nada gembira mampu mempersatukan partikel-partikel besi lemah tersebut menjadi bentuk indah yang tertata rapi.
Demikian pula, setiap jenis musik akan mempengaruhi sekitar kehidupan dan dinamika yang didekatnya sehingga membentuk sesuatu karena pengaruh getaran nada dan gelombang musik tersebut.

Musik dapat bernilai karena termasuk seni yang mampu membangun keselarasan, keseimbangan dan keindahan peradaban manusia, dan mengapa seni musik disebut sebagai seni surgawi, sementara seni yang lain tidak disebut seperti itu? Yang jelas melihat Tuhan ada dalam semua jenis kesenian dan ilmu pengetahuan. Namun, hanya seorang musisi sufistik saja yang, mampu melihat Tuhan bebas dari segala bentuk dan pemikiran.
Dalam tiap kesenian yang lain terdapat nilai pengidolaan. Setiap pemikiran, setiap kata, memiliki bentuk nilai. Setiap kata dalam bentuk puisi membentuk sebuah gambar dalam pikiran, dan gambaran itu adalah nilai itu sendiri. Musik, tak lebih kecil nilai-nya dari gambaran Sang Kekasih, karena musik adalah gambaran Sang Kekasih. Maka jika seseorang menyukai musik karena ia mencintai Sang Kekasih itu, sekarang apakah Kekasih? Atau di mana Kekasih itu? Kekasih adalah yang menjadi sumber nilai dan tujuan kita. Apa yang kita lihat dari Kekasih di depan mata ragawi kita adalah keindahan yang ada di depan kita. Bagian dari Kekasih kita yang tidak berujud dalam mata kita adalah bentuk batiniah dari keindahan nilai yang diwahyukan Sang Kekasih kepada kita melalui Nabi Saw.
Oleh karenanya, karena keterbatasan manusia, ia tidak akan mampu melihat wujud Tuhan secara ragawi di dunia fana ini, jika ingin melihat Tuhan di dunia ini lihatlah Ia dalam bentuk kreasi-Nya dan seluruh ciptaan-Nya, sebab segala yang dicintai di dalam warna, baris dan bentuk, atau kepribadian segala yang dicintai dan bernilai adalah milik dari Keindahan sejati yang merupakan Kekasih seluruh makhluk. (Khan, 1996: 3-4).
Ketika menelusuri sesuatu yang menarik dalam keindahan ini, yang dilihat dalam semua bentuk, maka akan diketahui, bahwa ini adalah gerak keindahan yang menggambarkan betapa agungnya nilai musik itu. Segala bentuk sifat, bunga-bunga yang dibentuk dan diwarnai begitu sempurna, planet, bintang, bumi semuanya memberikan gagasan tentang keselarasan, tentang nilai musik.
Bila nilai musik diikuti dan dijiwai oleh para seniman musik (musisi), maka tidak diperlukan lagi nilai eksternal, suatu hari musik akan menjadi sarana mengekspresikan agama universal, walaupun memerlukan waktu, dan suatu ketika akan muncul bahwa musik dan falsafahnya menjadi agama manusia, sebagai konstatasi nilai efikasi musical terhadap pembinaan kepribadian sufistik/religi setiap insan.
Pengertian tentang nilai musik, menunjukkan bahwa musik berada pada kedalaman eksistensi manusia. Musik ada di balik karya seluruh alam semesta. Nilai musik bukan hanya objek terbesar kehidupan, namun juga kehidupan itu sendiri. (Khan, 1996: 15).

Seni sastra termasuk ke dalam jejak tertulis, jejak material yang dapat dipahami informasinya lewat media bahasa. Kemajuan teknik dapat mendatangkan kemudahan dalam menghadapinya. Sastra, baik yang tertulis maupun lisan, yang memberikan keterangan tentang masa lampau berupa informasi kepoada kita pantas disebut sebagai bahan-bahan dokumenter bagi studi sejarah. Sebagai bahan-bahan dokumenter, sastra memiliki kekhasan, ia bersifat naratif dan karenanya dapat dikategorikan sebagai accepted history; contohnya adalah babad, hikayat, sejarah (dalam arti klasik), tambo, dan kalau di Barat kronik dan annales (Soeroto, 1980:4). Sedangkan nilai sastra itu ada pada karya penciptaannya, berpengaruh atau tidaknya sebuah karya sastra terhadap perkembangan moralitas, etika kemanusiaan dan lain-lain.
Untuk dapat menilai karya sastra haruslah diketahui norma-norma karya sastra. Sebab itu, kita tidak bisa meninggalkan pekerjaan mengurai atau menganalisis karya sastra. Setelah itu, kita hubungkan dengan penilaian kepad tiap-tiap lapis norma karya sastra dan kita kumpulkan kembali, yaitu memberi nilai secara keseluruhan kepada karya sastra itu berdasarkan nilai-nilai yang terdapat pada lapis-lapis norma itu yang berkaitan secara erat. Jadi, secara keseluruhan, nilai yang kita berikan sampai pada kesimpulan bahwa karya sastra itu bernilai tinggi atau kurang bernilai berdasarkan kualitas isi dari karya sastra itu, maka akan lahirlah nilai-nilai sastra qualified.

Internalisasi Nilai-nilai Sufistik Melalui Qasidah Burdah

Internalisasi Nilai-nilai Sufistik Melalui Qasidah Burdah

Qasidah Burdah
Salah satu dari kecerdasan majemuk menurut (Gardner, 1999b) yaitu kecerdasan musikal, yakni kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi dan mengapresiasi (misalnya, sebagai penikmat musik), membedakan (misalnya, sebagai kritikus musik), menggubah (misalnya, sebagai komposer), dan mengekspresikan (misalnya, sebagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titinada atau melodi dan warna nada atau warna suara suatu lagu.
Inti dari kecerdasan musikal adalah pusat pendengaran (hearing) yakni telinga, sebab dari telingalah setiap bunyi-bunyian direspons dengan baik lalu masuk ke otak, dan dari sana akan menyalurkannya ke seluruh jaringan saraf, sehingga kecerdasan musikal akan bangkit dan membangunkan setiap energi yang terdapat dalam diri seseorang. Efek positif akan dirasakan saat semua jaringan saraf teraliri gerak musikal melalui suara, atau bunyi-bunyian tersebut. Dalam diri manusia ada yang dinamakan auditory area, yakni pusat pendengaran tempat bermuaranya getaran-getaran saraf yang datang dari dua telinga (Alfarisi, 2005: 349). Jadi, pendengaran (hearing) adalah stimulus utama dalam kecerdasan musikal seseorang. Dengan alat pendengaran inilah seseorang mampu merespons setiap suara musikal yang dapat membina kepribadian seseorang. Dengan kata lain, proses impulsif melalui telinga akan membuat kesan ‘terngiang-ngiang’. Dari sanalah sebuah proses pembentukan kepribadian lewat getaran musikalitas yang diserap oleh si pendengar tadi.
Teori Place dalam Djohan (2005: 102) tentang persepsi pitch (pola titinada) melalui beberapa bukti fisiologis menunjukkan tempat terjadinya stimulasi di bagian dalam telinga. Ekstraksi dari pitch yang terpisah tidak ditunjukkan melalui penyortiran frekuensi yang berbeda pada tempat yang berbeda di dalam cochlea, yakni tempat lain dalam system saraf. Gelombang suara dengan kecepatan yang bervariasi dalam tekanan udara, mendorong gendang telinga ke luar dan ke dalam. Vibrasi dari gendang telinga ditransmisikan ke telinga bagian dalam oleh beberapa pengungkit yang terbuat dari tulang, yaitu ossicle dari bagian tengah telinga.
Cochlea adalah semacam pedar spiral yang dipenuhi oleh kelenjar getah dan terbagi oleh membran basiliar yang terstruktur. Ini merupakan cochlea di mana gelombang suara dikonversikan ke dalam impuls-impuls saraf. Sekali berada di dalam cochlea, gelombang suara berjalan sepanjang partisi yang terpisah sampai ke bagian tengah telinga.
Gelombang suara berjalan dari jendela oval menuju membran basiliar ke helicotrema di mana gelombang suara itu diserap. Setelah berjalan ke bawah, gelombang suara menggetarkan membran basiliar tempat serabut sensistif yang distimulasi oleh vibrasi tersebut. Pola bangkitnya sel-sel rambut akan diterjemahkan dengan bangkitnya saraf-saraf sebagai bentuk dasar dari sensasi manusia terhadap suara.
Menurut analisa Fourier (1992) dalam Djohan (2005: 42) gelombang suara yang masuk serta memisahkan komponen gelombang sinus ke tempat stimulasi yang berbeda pada membran basiliar, tergantung frekuensinya, membran tersebut terdiri dari serangkaian serabut yang berfungsi seperti serangkaian senar pada piano. Serabut yang panjang dekat
helicotrema meresonansi nada rendah dan serabut yang lebih pendek meresonansi nada-nada tinggi.
Vibrasi pada membran basiliar dekat dengan apa yang disebut kelembaban kritis. Berarti, vibrasi akan semakin keras setelah stimulasi berhenti. Tetapi kelembaban ini menimbulkan masalah bagi mekanisme persepsi pitch. Seperti halnya analogi pada pegas-massa sesuai analogi fisika.
Dengan demikian, sebagaimana yang dikemukakan Carrel (1997:125) “manusia adalah makhluk misterius”. Dengan segala ‘kemisteriusan’ nya ia memiliki berbagai kecerdasan diantaranya adalah kecerdasan musik. Hal tersebut sangat penting untuk dikaji dan diteliti.
Menurut Blacking (1995: 224) dalam Djohan (2005: 26) musik dianggap sebagai perilaku manusia, juga perilaku social yang kompleks dan universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik, dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal. Seandainya benar, dalam budaya Barat terdapat perbedaan tajam antar siapa yang “memproduksi” musik dan siapa yang secara mayoritas “mengkonsumsi”-nya. Tetapi kenyataannya hampir semua golongan mayoritas dapat “mengkonsumsi” musik, mendengar, menarikan dan mengembangkannya. Sehingga ada kesan bahkan mayoritas diam pun adalah masyarakat yang musikal dalam kapasistas memahami musik.
Goleman & Gurin berpendapat dalam (Djohan, 2006 : 43) bahwa: serabut saraf dalam setiap tubuh manusia berisi sistem immun, yang menyediakan komunikasi biologis antara
saraf ujung terakhir dengan sistem immun. Juga disebutkan terdapat hubungan antara pikiran seseorang dan sikap, persepsi, emosi, dan kesehatan sistem immun tersebut. Sehingga kita memiliki kemampuan menjadi proaktif terhadap kesehatan tubuh dan pikiran. Musik adalah pulsa dari energi sebagai rangkaian lalu-lalang segala sesuatu melalui vibrasi.
Dengan adanya kekuatan musik yang halus ini, penulis mencoba mengkaji untuk diterapkan kepada orang lain, yaitu sebuah terapi musikal bagi pikiran dan batin. Di samping musik-musik yang berkembang saat ini, musik sufistik ini bias menjadi media penyeimbang di tengah disonansi musik yang bersifat entertainment..
Qasidah Burdah, dipandang sebuah studi tentang pendidikan nilai-nilai keagamaan yang terangkum dalam bentuk syair (puisi) Arab dan dilagukan dengan irama musikalitas melankolik-sikronik. Pendekatan ini adalah salah satu dari pendidikan dan pembinaan kepribadian religi terhadap klien, agar lebih cepat memahami serta mempraktekkan apa yang terkandung dari muatan pesan-pesan keagamaan di dalamnya, sehingga klien merasa tergugah secara terarah (gerechtigkeit) terutama dalam hal perubahan jiwanya, terlebih dalam mengapresiasi jiwa seninya.
Strategi berikutnya dalam melaksanakan pendidikan nilai melalui Qasidah Burdah sebagai pembinaan mental kepribadian religi melalui musik. Ini merupakan upaya penanaman pendidikan mentalitas dalam rangka memberikan pemahaman sikap keberagamaan dan perkembangan serta pertumbuhan seseorang. Selain bersifat pencegahan dari sifat-sifat buruk. Qasidah Burdah dapat pula bersifat penyembuhan. Teknik penyembuhan jiwa yang sedang galau, resah dan depresi, penulis mencoba mempraktekkan musikalitas syair-syair keagamaan dari kitab Islam klasik bernama Qashidah al-Burdah (Qasidah Burdah) karya Imam al-Bushiry.
Orientasi pergelaran musik secara umum seringkali dilaksanakan secara bebas nilai (values free) yaitu pergelaran musik yang cenderung menampilkan hal-hal yang bersifat hiburan semata-mata (entertainment) atau, lebih tepatnya lagi, cenderung pada pergelaran musik hura-hura (pell-mell music).
Pergelaran demikian terkadang menelan korban hingga pada kematian. Sebagai contoh sebagaimana baru-baru ini dilansir oleh Harian Umum Pikiran Rakyat, dan Tribun Jabar 10 Februari 2008, sedikitnya 11 orang tewas dan empat lainnya luka-luka dalam konser dan peluncuran album kelompok beraliran metal-core Beside band di Gedung Asia Africa
Cultural Centre (AACC), Jln. Braga Kota Bandung, Sabtu (9/2) malam.
Fenomena di atas menggambarkan betapa kacaunya suasana pergelaran musik-musik penghibur tersebut, mulai dari persiapan panitia yang kurang bertanggungjawab, terkesan asal-asalan, kurang profesional, tidak memperhitungkan kondisi kapasitas tempat, keamanan dan kenyamanan bagi para penonton, di samping ulah serta sikap para penonton sendiri tidak bisa tertib atau disiplin bahkan cenderung anarkis dan berlebihan. Menurut berita, kejadian konser musik metal-core (underground music), setiap penonton yang masuk diberi semacam minuman keras memabukkan sebagai syarat menikmati konser musik “underground” tersebut.
Tragedi semacam itu sangat sering terjadi di dunia pergelaran/konser musik Indonesia. Persoalannya sekarang adalah sejauhmana insan-insan terkait bisa mempertanggung jawabkan peristiwa yang mencoreng dunia musik bangsa ini. Oleh karena itu sebagai langkah penyeimbang (balance) bahwa internalisasi nilai-nilai sufistik melalui Qasidah Burdah dipandang perlu untuk dikenalkan ke dalam wilayah pola pembinaan kepribadian religi.
Menurut analisa penulis karya-karya baru bagi para musisi Barat adalah sebuah kemestian, siapa yang mampu bekerja keras dan dinamis bila orientasinya memasuki alur bisnis musik, maka akan dapat menghasilkan karya-karya orisinal dan monumental sekaligus juga finansial.
Akan tetapi, profil musisi bagi para sufi sama sekali tidak ada orientasi bisnis karena perbedaan tujuan. Tipe pertama, lebih mengandalkan produk (industri) musik daripada proses bagaimana memainkan musik sebagai sebuah jalan, media atau washilah untuk membina nilai kepribadian religi, mapan dan militan. Sedangkan, untuk tipe kedua, ingin
menjelaskan kepada segenap manusia bahwa musik bukan hanya sekedar media hiburan semata, namun, lebih luas dari itu dapat menjadi pembentuk perilaku positif. Sebagai perbandingan, tipe pertama hanya mampu melahirkan entertainment music atau musik hiburan, tipe kedua melahirkan therapy music yaitu musik terapi.
Dilihat dari konsepsi yang berbeda tersebut, maka keberadaan musisi di tengah msayarakat global saat ini, bisa saja menjadi produsen bisnis musik yang berhasil mengangkat blantika musik di tanah air, apapun jenis atau aliran musik tersebut, yang penting tujuan bisnisnya laris di pasaran. Sementara untuk musik terapi, dan religi bisa tetap eksis dalam upaya penyembuhan masyarakat yang sedang galau akibat keberadaan situasi di Tanah Air yang kian tak menentu ini.
Dari sudut pandang manfaat seni musik, pertama kali menurut psikologi seni memiliki arti luas, yaitu menunjukkan setiap cara yang sesuai untuk mengekspresikan diri, berupa tindakan atau sikap yang menyampaikan pada taraf kelengkapan dan kejernihan tertentu dari balik mental, ide dan emosi. Seni membantu mengidentifikasi “siapa kita” dan “apa potensi kita”. Menurut Nancy King dalam Djohan (2005:141) manfaat seni adalah sebagai alat untuk mewujudkan perasaan-perasaan dan memberikan pelayanan tanpa khawatir memikirkan aturan-aturannya. Seseorang yang memperoleh kesempatan dan rangsangan dari salah satu cabang kesenian, memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan menikmati kehidupan di hari tuanya. Manfaat lain dari mempelajari seni adalah membantu pembentukan komunikasi verbal dan nonverbal sehingga dapat mencapai usaha belajar yang optimal, karena seni memberikan kesempatan untuk berekspresi tanpa kata-kata saat tidak dapat diungkapan secara verbal. Selain bermanfaat dalam pengungkapan perasaan, ia juga menjadi kreator untuk mewujudkan diri secara keseluruhan (self actualization) sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup manusia dalam teori kebutuhan Maslow.
Musik sendiri memiliki dimensi kreatif (al-janib al-ibtikary) dan memiliki bagian yang identik dengan proses belajar secara umum. Sebagai contoh, dalam musik terdapat analogi melalui persepsi, visual, auditori, antisipasi, pemikiran induktif-deduktif, memori, konsentrasi dan logika. Dalam musik juga dapat dibedakan serta dipelajari cepat-lambat, rendah-tinggi, keras-lembut yang berguna untuk melatih kepekaan stimuli lingkungan.
Selain itu juga manfaat musik berpengaruh sebagai alat untuk meningkatkan dan membantu perkembangan kemampuan pribadi dan sosial. Menurut Djohan (2005:142) perkembangan pribadi meliputi aspek kemampuan kognitif, penalaran, inteligensi, kerativitas, membaca, bahasa, sosial, perilaku dan interaksi sosial.
Keterampilan kognisi dapat ditingkatkan melalui kegiatan kreatif dan permainan musik ikut membantu pengembangan pengalaman kreatif tersebut. Aktivitas musik justru banyak melibatkan kegiatan yang mendorong terjadinya penciptaan-penciptaan.
Di negara-negara maju, musik telah dimanfaatkan untuk kepentingan umum dan bukan hanya pada kepentingan musik. Bank, dokter gigi, agen asuransi, rumah sakit, dan tempat-tempat yang berhubungan dengan orang banyak telah memanfaatkan musik untuk kepentingan tertentu. Wajar kalau negara tertinggal seperti Indonesia belum mampu untuk melihat prospek musik dari aspek manfaat. Musik masih difungsikan untuk sekedar hiburan, hura-hura, dan hal itu sudah menjadi tradisi kuno, kalau boleh dikatakan primitif. Tetapi bila sampai sekarang hanya sebatas itu pemanfaatannya berarti musik menjadi sangat sempit dan ini tercermin dari orang-orang yang menggelutinya.
Di Indonesia tradisi konser musik sufistik (al-sama’) masih terbilang langka, namun konser-konser musik yang lebih berorientasi kepada nilai-nilai hiburan yang bersifat materialistik lebih nampak di tengah glamournya industri musik tanah air. Pergelaran atau konser musik yang mengedepankan nilai perubahan karakter bangsa sudah saatnya digelar, sebagai langkah penyeimbang dari kondisi masyarakat hedonis materialistis mengarah kepada masyarakat yang tetap mempertahankan nilai-nilai religiusitas dan peradaban yang tinggi dari bangsa ini.
Tujuan filosofis dari fenomena tersebut di atas dikhawatirkan merusak tatanan nilai-nilai moralitas generasi muda sekarang ini membuat keresahan, dan melalui penelitian ini penulis berupaya menjadikan Qasidah Burdah sebagai media untuk menginternalisasikan pembinaan nilai-nilai sufistik, sangatlah mendesak untuk dikaji sebagai sebuah musik alternative sufistik yang mampu memotivasi perilaku seseorang.
Dengan demikian, pergelaran dalam dunia musik sufistik (al-sama’) secara filosofis adalah bertujuan mempraktikkan dan membangkitkan semangat (ghirah) kecintaan kepada Sang Pencipta Tuhan Semesta Alam. Pergelaran yang bersifat konser musik adalah salah satu sarana peneguhan keberadaan manusia, tawajud, sehingga mampu menyentuh perasaan yang dalam bukan sebaliknya menjadi hampa tak bermakna.
Qasidah Burdah, adalah model perpaduan musikalitas syair-syair yang terkandung sarat dengan nilai-nilai moral sufistik, membangkitkan gairah dan semangat juang batiniah seseorang, melalui paduan musikalitas syi’ir tersebut disentuh oleh instrumen yang menggambarkan perpaduan musikalitas soft blues country dengan alunan harmonika dan petikan dawai gitar serta sayup suara accordion yang menampilan ilustrasi esoteris diakronik menambah ghirah religiusitas insani.
Tahapan aransemen musikalisasi Qasidah Burdah dilakukan dengan cara kontemplasi bertahap mulai dari tingkat paling sederhana atau dasar (ibtida) sampai tingkat tinggi (ulya), sehingga diharapkan dalam proses internalisasinya mampu membangkitkan inherenitas (kelekatan) antara akal-fikiran, gerak hati dan nilai-nilai yang terkandung dalam musik tersebut.
Penelitian ini difokuskan untuk merumuskan pola pembinaan serta pendidikan nilai sufistik secara utuh dan operasional-praksis. Lalu akan dikaji dan diungkap secara sistematis sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam melalui syair yang terdapat dalam kumpulan syair Qasidah al-Burdah, yang memiliki kandungan keindahan musikal, baik yang bersumber pada kebenaran (positif) maupun pada keburukan (negatif). Dari rumusan konsep tersebut selanjutnya dikaji secara teoretis inherenitasnya dengan wilayah pendidikan.
Maka dari sanalah akan dijelaskan pengembangan konsep pendidikan nilai-nilai dan gambaran ideal musik sufistik. Kemudian kejelasan-kejelasan operasional juga perlu diiringi dengan keterukuran proses edukasi. Pada proses ini akan memunculkan sejumlah komponen edukasi yang menyangkut landasan filosofis, materi, metode evaluasi, sarana dan prasarana serta daya dukung lingkungan. Sehingga penerapan pendidikan nilai melalui internalisasi Qasidah Burdah dapat memberikan pencerahan dan perubahan semangat keberagamaan di satu sisi, serta memberikan pengaruh positif pada sikap, perilaku dan kepribadian setiap manusia. Keberhasilan penerapan secara praksis pengembangan model pembinaan nilai kepribadian ini tergantung pada kesadaran (awareness) memaknai musik sufistik sebagai media pembinaan mental yang satu saat mampu membangun kepribadian religi.
Mengenai istilah musik memiliki pengertian yang beragam sejak zaman Yunani Kuno hingga kini. Skyjes (1978) mendefinisikan musik dalam Rachmawati (2005: 27) sebagai “art combining sound of voice (s) or instrument (s) to achieve beauty of form and expression of emotion…”.
Ada yang mendefinisikan musik sebagai organisasi bunyi dan diam dalam satuan waktu, intensitas dan tekstur tertentu. Lepas dari berbagai definisi tersebut, secara faktual-praksis dapat dengan mudah menganal musik dalam derajat keindahan yang bervariasi tergantung pada penilaian dan penilai yang berbeda. Kepentingan penelitian di sini bukan
untuk mencari definisi musik yang beragam, tetpai memahami pengaruh musik sufistik terhadap manusia untuk kemudian melihat peranan musik dalam peningkatan kualitas kepribadian dan hidup manusia.
Untuk itu, pemahaman tentang unsur-unsur internalisasi musik lebih diperlukan daripada pengertian seragam dari musik. Merujuk pada Mitchell dan Logan (2003), secara umum, unsur-unsur musik terdiri dari dinamika harmoni, alat musik, meter, melodi, ritme, tempo dan timbre (warna suara). Dinamika adalah istilah untuk tingkatan keras lembutnya suara
dalam musik. Harmoni merujuk pada dua pengertian (1) keselarasan nada dalam pembuatan akor (chord); dan (2) sistem keselarasan nada dalam akor yang mengatur alur akor dan bagaimana satu akor mengikuti akor yang lain. Alat musik atau instrument merupakan penentu warna dari musik atau instrument merupakan penentu warna musik yang dikelompokkan menjadi alat musik bersenar (digesek maupun dipetik), alat musik tiup kayu dan logam, serta alat musik perkusif. Meter adalah hasil dari efek periodik atau pengulangan getaran yang biasa disebut beat dalam musik. Melodi adalah serangkaian nada yang saling mengikuti satu sama lain yang diatur oleh satu prinsip dasar tertentu, membentuk satu ide abstrak yang dapat diingat. Ritme adalah penyusunan perangkaian panjang pendeknya nada yang jatuh tepat pada beat atau di antara beat yang dibentuk oleh meter. Tempo adalah kecepatan beat dalam musik yang diukur dari jumlah beat per menit. Terakhir, timbre adalah profil harmoni atau kualitas dari suatu sumber suara yang biasanya mempengaruhi mood dalam musik (Rachmawati, 2005: xxvi-xxvii).
Saat ini kita semakin merasakan perlunya pendidikan budi pekerti (perilaku yang baik) mendapatkan porsi yang lebih besar dalam sistem persekolahan. Hal ini terjadi di antaranya, disebabkan oleh fenomena ‘krisis moral’ yang semakin mencuat ke permukaan, merambah ke segenap lapisan masyarakat dari tingkat pejabat hingga rakyat.
Hal inilah yang menarik bagi peneliti sehingga permasalahan ini berkeinginan diangkat menjadi tema pembahasan, pendalaman yang nanti mengarah pada penelitian ilmiah sebagai media pembinaan nilai kepribadian religi, budi pekerti dan nilai jiwa kemanusiaan, sehingga suatu saat menjadi metode pendidikan dalam membentuk pola kepribadian dan nilai diri seseorang.
Dengan demikian, media pendidikan nilai sufistik melalui Qasidah Burdah dapat menduduki porsi utama dalam kehidupan masyarakat pembelajar, tidak hanya sebagai pembelajaran seni semata, namun diharapkan ia dapat menjadi salah satu media dan sumber yang dapat dioptimalkan sehingga menampakkan keutuhan nilai seni yang inheren pada jiwa masyarakat didik pada umumnya dan mampu membina budi pekerti manusia Indonesia.
Dengan demikian, bagaimana upaya mengatasi persoalan perilaku masyarakat saat ini, sehingga diperlukan suatu penelitian jenis musik yang dapat mencerahkan perilaku dan karakter. Qasidah Burdah salah satu langkah alternatif ke arah tersebut, dengan cara internalisasi nilai-nilai sufistik melalui Qasidah Burdah diharapkan mampu membina kepribadian religi. Adapun jenis musik yang dipandang inheren mampu membina kepribadian adalah musik yang memiliki sentuhan batin, mendamaikan dan membangkitkan motivasi si pendengarnya, dalam khazanah musik Islam disebut al-sama’ (konser musik sufistik).

Sabtu, 03 November 2012

Kebudayaan Islam Pada Masa Kerajaan Demak


Kebudayaan Islam Pada Masa Kerajaan Demak yang Masih Dibudayakan Sampai Sekarang.

1. Upacara Sekaten


Salah satu tradisi atau kebudayaan pada masa Kerajaan Demak yang masih berlangsung hingga sekarang adalah upacara Sekaten. Upacara ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad pada bulan Maulud, atau orang-orang biasanya menyebut dengan kata Maulid Nabi. Hal ini dapat dijelaskan oleh Soebadyo (2002: 62) sebagai berikut.

Perayaan maulud disebut Sekaten. Istilah ini berasal dari kata shahadatain, pengakuan percaya pada agama Islam, “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulnya”.  Konon dimulai pada saat maulud diperkenalkan oleh Raden Patah di Demak pada awal abad ke-16, ribuan orang Jawa beralih agama Islam dengan mengucapkan syahadatain. Oleh karena itu penggunaan nama Sekaten pada perayaan tersebut menjadi terkenal. Perayaan tersebut diteruskan oleh sultan-sultan berikutnya sehingga kemudian menjadi perayaan tahunan. Sekaten juga menjadi lambang kekuatan dan keberanian pendiri kerajaan mataram.

2. Upacara Grebeg Besar

Minggu, 28 Oktober 2012

Download Video Live Show Syifana



Silahkan di klik jenis lagunya. Boleh hanya ditonton atau di download:
1. Syifana-Lembah Duka
2. Syifana-Palestina
3. Syifana-Jasa Ibu
4. Syifana-Teman Sejati

Download Mp3 Syifana

Berikut ini beberapa lagu koleksi Syifana hasil rekaman yang pertama tahun 2004.
1. Syifana-Mabalas Oleh H. Saiful Mujab Ahmad
2. Syifana-Ya Mustofa Oleh H. Saiful Mujab Ahmad
3. Syifana-Taqwa Oleh Iffa Azzaria
4. Syifana-Sukunullail Oleh Vivin Wijayanti

Jumat, 26 Oktober 2012

Contact Us



Alamat Rebana Qasidah Syifana:
Jl. Diponegoro RT 07 RW 01
Desa Bermi Kecamatan Mijen Kabupaten Demak Jawa Tengah Indonesia.
Cp. Marom Hp: 081390286402

Sejarah Syifana

SEJARAH SYIFANA

Syifana adalah sebuah Grup Musik Rebana Bernuansa Islami yang berasal dari desa Bermi Kecamatan Mijen Kabupaten Demak. Syifana didirikan pada tahun 2000 tepatnya pada tanggal 1 Muharrom 1422 H oleh para praktisi musik di desa Bermi, yang pada saat itu di Bina oleh Beliau Bapak K.H. Hasan Murtadlo dan dipimpin oleh Bapak Sukrem Pranoto.

Line Up Anggota saat itu adalah:
1. Vokalis (H. Syaiful Mujab Ahmad, Moh. Mahsun, A. Khasbullah, Khusnul Huda, Muhkdi,
    A. Faizin, Mahmudi, Tugiran)
2. Perkusi Terbang (A. Arif, Ali Musbihin, Abdul Rochim/Otong)
3. Tamborin (Yatin Al Ikhlas, Safik)
4. Perkusi Ketiplak (A. Faisol, Rochim, Siril Wafa, Bambang Irianto, Solkan)
5. Remo (Khalim Rois)
6. Perkusi Gendong dan Jidur (Abdullah Khafid, Sulardi Saklabah)


dan masih banyak anggota pendukung lainnya yaitu (Aziz Kusdi, Purwanto, Shokibi, Subiyanto Sfd, Ulin Nuha, Nur Muhlis, Mbah Salim, Kunasim, dan lain-lain) .
Grup Rebana Syifana juga membentuk jam'iyah rebana Syifana Kecil/anak usia 12 th dan Syifana Putri.


Rebana Syifana pada awal berdirinya membentuk jam'iyah rutin sebagai sarana Silaturrahmi dan Latihan Bersama yang setiap Selapan/40 hari selalu berkumpul di rumah anggota berdasarkan urutan bergilir. Dengan tradisi tersebut Rebana Syifana menjadi lebih mahir dan profesional saat show/manggung di beberapa kota di Indonesia.

Pada tahun 2003 ada revisi pengalihan pemegang alat musik violin dan alat musik elektic orgen/keyboard. Line up tambahan pada saat itu adalah Violin: Muh. Mahsun, Mandolin: Khusnul Huda, Orgen/Keyboard: Eko Supriyanto).

Setelah revisi personil, Syifana merilis Album pertama yang dikoordinir oleh beliau H. Syaiful Mujab Ahmad. Hasilnya melebihi harapan, album launching 1000 copy original dan terjual laris, belum lagi yang diduplikat oleh orang-orang yang demen jualan kaset musik. Hehehe...


Syifana Hebat dan Luar Biasa, jadi kebanggaan masyarakat Mijen Demak pada tahun 2003 sampai sekarang.


Bukan hanya monoton di Rebana Percusi saja, sekarang Rebana Syifana mengalami peningkatan dengan aroma Qosidah Modern / dengan Label "Rebana Qosidah Syifana" yang tetap konsisten mempertahankan sajian Nuansa Musik Islami.



Rebana/Qosidah Syifana Sudah Terdaftar di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
IdakepTerbaru dengan Nomor: 556/01/SENI-BUDAYA/SB/I/2011

Alamat Rebana Qosidah Syifana:
Jl. Diponegoro RT 07 RW 01
Desa Bermi Kecamatan Mijen Kabupaten Demak Jawa Tengah Indonesia.

Jika Anda membutuhkan Syifana untuk Acara Hiburan Islami silahkan menghubungi Bpk. Arif Marom Hp: 081390286402
atau kirim email ke: imrochim@gmail.com

Dijamin 100% Memuaskan Pendengaran Anda, Terasa Damai dengan Nuansa Musik Islami dan Nikmat buat Hiburan.

Website: syifana-demak.blogspot.com

Kamis, 25 Oktober 2012

Musik dalam Islam: Bolehkah?



PERSOALAN  musik dalam Islam seringkali menjadi kontroversi. Ada yang membolehkannya secara terbatas,tapi  ada pula yang mengharamkannya secara mutlak.  Bagaimana hukum nyanyian dan musik dalam Islam? 

Menurut dr. Abdurrahman Al Baghdadi, beliau menguraikan dengan lugas dan jelas masalah ini. Tulisan ini, merupakan ringkasan  bukunya ‘Seni dalam Pandangan Islam’.
Pakar Fikih Islam ini menuliskan dalil-dalil dari kalangan ulama, baik yang mengharamkan maupun yang membolehkan. Kemudian ia mentarjihnya dan mengambil kesimpulan bahwa bagi yang telah mengkaji serius masalah hukum musik ini dan menarik suatu kesimpulan hukum, maka itu menjadi hukum syara’ baginya.  Baik yang mentarjih musik itu haram, makruh atau mubah. Dengan kata lain, seorang mujtahid terikat dengan ijtihadnya, begitulah kaidah ushul memberikan pernyataan tentang musik.

Mereka yang mengharamkan nyanyian dan musik ini diantaranya adalah Imam Ibnu al Jauzi, Imam Qurthubi dan Imam asy Syaukani. Sedang yang membolehkan musik adalah Imam Malik, Imam Ja’far, Imam al Ghazali dan Imam Daud azh Zhahiri.

Masing-masing mereka menggunakan dalil al Qur’an dan Hadits. 

Kalangan yang mengharamkan di antaranya menggunakan dalil:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS: Luqman 6)

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan bujuklah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).” (QS: al Isra’ 64)

Dan juga beberapa hadits Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.” (HR Bukhari).

“Pada umat ini berlaku tanah longsor, pertukaran rupa dan kerusuhan.” Bertanya salah seorang diantara kaum Muslimin,”Kapankah yang demikian itu terjadi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab,”Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minuman arak di tengah-tengah kaum Muslimin.”

Sedangkan ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil:

إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.” (QS: Luqman 19)

Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’ Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).

Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dari Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:

“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak) nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”

Hadits Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra:

“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada saat itulah Abu Bakar masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?” Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,

“Biarkanlah keduanya, hai Abu Bakar.”

Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”

Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi saw bersabda,

“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz:

“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun menghormati kamu. Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”

Karena itu, menurut dr. Abdurrahman al Baghdadi:

“Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik atau menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’i yang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat musik dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al Qur’an maupun sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah.

Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang mengharamkan seni suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam hal ini.  Dengan demikian tidak ada seorang manusia pun yang wajib diikuti selain dari pada Rasulullah SAW. Beliau sendiri tidak mengharamkannya. ..Oleh karena itu Imam Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an jilid III, hal. 1053-1054) menyatakan: “Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al Qur’an maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan hadits shahih (banyak yang) menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits yang diriwayatkan maupun ayat yang dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya maka ia adalah bathil dari segi sanad, bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash maupun dari satu penakwilan.”

Tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut pakar fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat tersebut berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat Allah SWT sebagai sendau gurau,”terangnya.

Sedangkan tentang hadits Imam Bukhari, menurut Dr Abdurrahman : “…maksud hadits Imam Bukhari tersebut jatuh pada segolongan orang-orang dari kaum Muslimin yang berani menghalalkan penggunaan alat-alat musik di luar batas-batas yang telah digariskan syara’. Misalnya memainkannya di tempat umum (televisi, stadion, atau panggung-panggung pertunjukan terbuka lainnya), bukan di tempat dan acara khusus, seperti pada acara pesta pernikahan, di rumah-rumah. Dengan kata lain, syara’ membolehkan biduanita budak menyanyi untuk pemiliknya dan atau para wanita lainnya dalam acara pernikahan. Boleh saja salah seorang diantara anggota keluarga pengantin ikut bernyanyi, tetapi syara’ tidak membolehkan ada penyanyi wanita bayaran sebagaimana yang umum terjadi sekarang ini.”

Meski demikian tidak boleh wanita yang mengadakan pertunjukan itu membuka auratnya, berkumpul bebas laki-laki dan perempuan, membuat suara-suara yang merangsang dan lain-lain.

Imam Ibnu Hazm menyatakan:

“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun RasulNya tentang haramnya sesuatu yang kita bincangkan di sini (dalam hal ini adalah nyanyian dan menggunakan alat-alat musik), maka telah terbukti bahwa Musik adalah Halal atau Boleh secara Mutlak.”

Meski demikian, Dr Abdurrahman membagi nyanyian ke dalam dua jenis. Nyanyian haram dan nyanyian halal. Nyanyian haram, nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram atau mungkar, semisal minuman khamr, menampilkan aurat wanita atau nyanyiannya berisi syair yang bertentangan dengan aqidah atau melanggar etika kesopanan Islam. Contoh untuk ini adalah syair lagu kerohanian agama selain Islam, lagu asmara, lagu rintihan cinta yang membangkitkan birahi, kotor dan porno. Tak peduli apakah nyanyian itu berbentuk vocal atau diiringi dengan musik, baik yang dinyanyikan laki-laki atau wanita.”

Sedangkan  nyanyian halal (baik diikuti alat musik atau tidak ), adalah nyanyian yang syairnya membangkitkan semangat perjuangan (jihad),  atau nyanyian yang syairnya menunjukkan ketinggian ilmu para ulama dan keistimewaan mereka, atau nyanyin yang  yang memuji saudara-saudara maupun sesama teman dengan cara menonjolkan sifat-sifat mulia yang mereka miliki, atau juga nyanyian yang melunakkan hati kaum Musimin terhadap agama atau yang mendorong mereka untuk berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam dan bahaya yang akan menimpa orang yang melanggarnya.  Begitu pula macam-macam nyanyian yang membicarakan tentang keindahan alam atau yang membicarakan tentang persoalan ilmu, menunggang kuda dan lain-lain.

Selain itu nyanyian halal tidak boleh diikuti dengan hal-hal yang haram. Tidak diisi dengan kata-kata yang memuji kecantikan wanita, kata-kata yang mengajak pacaran, main cinta/asmara atau disertai dengan mabuk-mabukan, diadakan di tempat-tempat maksiat atau bercampurnya laki-laki dan perempuan, klub malam, diskotik dan lain-lain.

Meski dibolehkan mendengarkan ‘lagu-lagu asmara’ asal tidak mengganggu jiwa dan pikiran pendengarnya (beda antara menyanyikan/membuat dan mendengarkan dalam rekaman), tapi penulis mengharapkan Negara melarang nyanyian-nyanyian seperti itu, yang dapat membahayakan jiwa para remaja. Selain itu Negara harus melakukan beberapa hal:

1.       Melarang setiap nyanyian, rekaman dan tarian yang mengajak orang untuk minum arak, bergaul bebas, berpacaran, bermain cinta atau bunuh diri karena putus asa.
2.       Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan omongan kotor dan cabul yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan dosa atau membangkitkan birahi seksual.
3.       Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan haram, seperti minum khamr, percampuran antara lelaki dan wanita.
4.       Lagu-lagu dan kaset-kaset Barat dilarang beredar dan para penyanyinya tidak diijinkan melakukan pertunjukan (show) di negeri-negeri Islam.
5.       Setiap tempat pertunjukan untuk menyanyi dan menari, seperti klub malam, bar dan diskotik harus ditutup dan tidak diberi ijin membukanya oleh pemerintah. Begitu pula halnya dengan panggung-panggung terbuka. Dll.

Dari Arab ke Eropa
Yang menarik penulis juga menyajikan sedikit tentang sejarah musik. Menurut Dr Abdurrahman,  khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang rakyatnya mempelajari seni suara dan musik. Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Mereka diberikan gairah untuk mengarang buku-buku tentang seni suara, musik dan ‘tari’.
Perhatian kea rah pendidikan musik telah dicurahkan sejak akhir masa Daulah Umawiyah yang kemudian dilanjutkan pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Sehingga di berbagai kota banyak berdiri sekolah musik dengan berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi. Pabrik alat-alat musik dibangun di berbagai negeri Islam. Sejarah telah mencatat bahwa pusat pabrik pembuatan alat-alat musik yang sangat terkenal ada di kota Sevilla (Andalusia atau Spanyol).

Catatan tentang kesenian umat Islam begitu banyak disebut orang. Para penemu dan pencipta alat musik Islam juga cukup banyak jumlahnya, yang muncul sejak pertengahan abad kedua hijriah, misalnya Yunus al Khatib yang meninggal tahun 135H. Khalil bin Ahmad (170H), Ibnu an Nadiem al Naushilli (235H), Hunain ibnu Ishak (264H), dan lain-lain.

Bahkan dalam buku ‘Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan’ (Islamic and Arab Contribution to the European Renaissance) karya Komisi Nasional Mesir untuk Unesco (Penerbit Pustaka, 1986), disebutkan tentang berbagai pengaruh peradaban Islam ini ke Eropa. Termasuk bidang seni dan musik.
“Musisi Eropa dikirimkan ke ibukota-ibukota Arab untuk mempelajari ilmu dan seni di lembaga-lembaga dan universitas Arab. Musik menempati tempat utama diantara seni-seni dan ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Karya-karya Al Kindi diterjemahkan, begitu pula karya Tsabit ibn Qurra, Zakaria al Razi, al Farabi, Ikhwan al Shafa, Ibn Sina, Safiuddin al Ma’mun al Aramawi, Ibn Bajjah (Avenpace) dan lain-lain…Mereka membawa pulang ke negerinya seni musik dan alat-alat musik Arab tu, yang menjadi fondasi pertama bagi Renaissance dalam bidang seni di Eropa. Ilmu musik Arab dapat dianggap sebagai obor yang menerangi jalan bagi seni Eropa pada masa itu,”tulis Dr Mahmud Ahmad al Hifni dalam buku itu.

Lebih lanjut ia menyatakan: “Peradaban Arab (Islam –pen) mempesona para pemuda dan kaum intelektual Eropa sedemikian rupa sehingga seorang pendeta dari Kordoba pada abad ke 9M dilaporkan sebagai telah mengeluh bahwa pemuda-pemuda Kristen lebih tertarik kepada bahasa Arab daripada bahasa Ltin, bahasa budaya di Eropa pada masa itu. Selain itu, mereka juga menyanyikan nyanyian-nyanyian Arab dalam perkumpulan-perkumpulan dan pertemuan-pertemuan social mereka.” (hlm. 380).

Dr Mahmud melanjutkan: “Banyak instrumen Arab lainnya yang diimpor oleh Eropa. Lengkap dengan nama Arabnya, seperti quittara (guitar), nacaire atau naker (keledrum), adufe (tambourine), Sonja (cymbals), anafil (born, dari kata Arab qarn), table atau taber (drum) dan echiquier yang dipandang oleh ahli-ahli musik Eropa sebagai tahap pertama dalam perkembangan piano.”

Memang peradaban Islam saat itu yang tinggi di dunia Arab dan Andalusia membuat Eropa banyak belajar kepada orang-orang Islam baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun budaya, termasuk seni musiknya. Sayangnya kini musik sudah banyak melenceng jauh dari Islam. Musik tidak digunakan lagi sebagai alat dakwah, alat jihad atau alat untuk lebih mencintai Allah-RasulNya, mencintai ilmu dan seterusnya, Tapi musik sekedar untuk hura-hura belaka dan bahkan banyak yang menyeleweng dari kaidah-kaidah Islam.

Karena itu, saatnyalah kini kaum Muslim mengembalikan musik ini kepada kaidah-kaidah Islam. Sehingga muncul musisi atau musik yang bernafaskan Islam. Wallaahu A’lam Bishawab.*

Dikutip dari situs Hidayatullah.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates