Sabtu, 03 November 2012

Kebudayaan Islam Pada Masa Kerajaan Demak


Kebudayaan Islam Pada Masa Kerajaan Demak yang Masih Dibudayakan Sampai Sekarang.

1. Upacara Sekaten


Salah satu tradisi atau kebudayaan pada masa Kerajaan Demak yang masih berlangsung hingga sekarang adalah upacara Sekaten. Upacara ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad pada bulan Maulud, atau orang-orang biasanya menyebut dengan kata Maulid Nabi. Hal ini dapat dijelaskan oleh Soebadyo (2002: 62) sebagai berikut.

Perayaan maulud disebut Sekaten. Istilah ini berasal dari kata shahadatain, pengakuan percaya pada agama Islam, “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulnya”.  Konon dimulai pada saat maulud diperkenalkan oleh Raden Patah di Demak pada awal abad ke-16, ribuan orang Jawa beralih agama Islam dengan mengucapkan syahadatain. Oleh karena itu penggunaan nama Sekaten pada perayaan tersebut menjadi terkenal. Perayaan tersebut diteruskan oleh sultan-sultan berikutnya sehingga kemudian menjadi perayaan tahunan. Sekaten juga menjadi lambang kekuatan dan keberanian pendiri kerajaan mataram.

2. Upacara Grebeg Besar


Upacara grebeg besar tidak dapat di pisahkan dengan keberadaan kompleks Masjid Agung Demak dan kompleks makam Sunan Kalijaga. Upacara grebeg besar telah masuk dalam agenda pariwisata Jawa Tengah. Oleh sebab itu merupakan acara andalan Kabupaten Demak dalam menarik para pengunjung baik dari daerah sekitar maupun dari mancanegara. Pengunjung yang datang saat perayaan grebeg besar dikenakan biaya masuk dan merupakan sumber utama pendapatan pemerintahan daerah Kabupaten Demak.

             Perayaan grebeg besar dirayakan setiap satu tahun satu kali, yaitu pada tanggal 10 bulan Zulhijah atau bulan haji. Seminggu sebelum acara pokok dimulai, di alun-alun Demak diadakan pasar malam. Acara persiapan dilakukan 9 Zulhijah atau malam tanggal 10 Zulhijah, yaitu berupa acara persiapan untuk acara puncak pada tanggal 10 Zulhijah di siang hari. Upacara persiapan tersebut dilakukan di Masjid Agung Demak dan di Kadilangu.

            Acara persiapan yang dilakukan di Masjid Agung Demak adalah berupa iring-iringan tumpeng yang berjumlah Sembilan (sebagai simbol Wali Sanga), dari pendopo kabupaten ke Masjid Agung Demak tumpeng sembilan tersebut diiringi oleh tabuhan rebana dan shalawatan. Acara iring-iringan tumpeng sembilan ini diselenggarakan sejak tahun 1974 oleh Pemerintah daerah Kabupaten Demak.

             Sesampainya iring-iringan di Masjid Agung Demak, maka dilakukan upacara pembacaan doa untuk arwah leluhur Demak dan untuk keselamatan seluruh masyarakat Demak. Acara malam itu diakhiri dengan pembagian tumpeng kepada seluruh masyarakat yang hadir saat itu. Sebagian besar masyarakat masih percaya bahwa tumpeng tersebut dapat membawa berkah bagi orang yang mendapatkannya. Untuk itulah para pengunjung berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sebagian dari tumpeng sembilan, meskipun harus dengan cara memperebutkannya.

            Sementara itu bersamaan dengan acara tumpeng sembilan di Masjid Agung Demak, di Kadilangu juga dilakukan upacara persiapan buka luwur/penggantian kain-kain yang dipakai sebagai penutup pepunden makam Sunan Kalijaga. Para ahli waris dan keturunan sunan Kalijaga menyelenggarakan selamatan doa untuk para leluhur Kadilangu serta keturunan Sunan Kalijaga yang masih hidup. Acara pembacaan doa tersebut diakhiri dengan pembagian Nasi Ancak.

            Nasi ancak adalah nasi yang ditempatkan pada ancak. Sedangkan ancak merupakan wadah yang terbuat dari pelepah pisang dan bambu. Mula-mula pelepah pisang dipotong menjadi persegi panjang, dan bambu dibentuk menjadi bilah-bilah dengan ukuran lebar 10 Cm dan panjang 60 Cm yang dianyam menyerupai pagar. Setelah itu, pelepah pisang dan bambu digabungkan menjadi satu hingga membentuk sebuah wadah untuk tempat nasi. Selain ancak, dilakukan juga pembuatan Minyak Jamas, yaitu minyak yang akan dipakai untuk mencuci pusaka pada puncak acara grebeg besar. Acara pokok grebeg besar di selenggarakan pada tanggal 10 Zulhijah yaitu setelah sholat Idul Adha dan setelah acara pemotongan hewan kurban. Acara dimulai dengan iring-iringan prajurit yang berjumlah 40 orang (prajurit Pateng Buluhan) yang mengawali minyak jamas dari pendopo kabupaten ke komplek makam Sunan Kalijaga di Kadilangu.

            Pusaka yang dicuci pada saat upacara Grebeg Besar berupa pusaka milik Sunan Kalijaga yaitu Baju Antakusuma dan Keris Kyai Crubug. Pencucian dilakukan oleh sesepuh Kadilangu yang merupakan ahli waris Sunan Kalijaga. Para pengunjung percaya bahwa minyak jamas yang telah digunakan untuk mencuci pusaka-pusaka tersebut mengandung berkah, sehingga sesepuh yang baru selesai mencuci pusaka tersebut oleh para pengunjung dikerumuni untuk diajak berjabat tangan. Mereka barharap mendapatkan berkah dari minyak jamas yang masih melekat di tangan sesepuh setelah memandikan pusaka-pusaka peninggalan Sunan Kalijaga. Konon, para pengunjung tidak diperkenankan melihat pusaka-pusaka yang sedang dicuci (dijamas). Apabila larangan tersebut dilanggar maka akan menyebabkan kebutaan bagi orang yang melihatnya.


3. Upacara Syawalan


            Upacara syawalan merupakan upacara tradisional masyarakat Demak yang tinggal di sekitar pantai, yaitu berupa upacara sedekah laut. Penyelenggaraan upacara syawalan ini dilakukan pada tanggal 7 Syawal atau 7 hari setelah hari raya Idul Fitri dan bertempat di sekitar muara sungai Grebeg Besar, acara syawalan ini belum masuk dalam agenda pariwisata Jawa Tengah. Sebagian besar yang datang pada peringatan acara syawalan ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar muara sungai tuntang dan daerah-daerah lainnya di kabupaten Demak. Ada pula yang datang dari daerah di luar kabupaten Demak misalnya Semarang, Kudus, Jepara, Purwodadi dan daerah lainnya. Acara syawalan ini tidak semeriah acara Grebeg Besar.

Dikutip dari meyfipramesvari.blogspot.com



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates