Minggu, 30 Desember 2012

Fenomena Qasidah Modern



Fenomena Qasidah Modern

Setiap bulan suci Ramadhan, tidak mengherankan lagi begitu banyak album-album berlabel religius Islami dirilis oleh berbagai perusahaan rekaman. Ini merupakan fenomena yang berkembang sejak dasawarsa 1970-an. Artis maupun kelompok musik yang sesungguhnya menapak di jalur musik pop, melakukan terobosan dengan merilis album bertajuk Qasidah Modern.
Mungkin masih melekat dalam ingatan bahwa pada paruh dasawarsa 70-an, tiba-tiba begitu banyak kelompok musik yang menjejali industri musik kita dengan musik ber-label qasidah modern. Ada Koes Plus (Tonny, Yon, Yok, dan Murry) dari label Remaco yang merilis album qasidah dengan sederet lagu seperti Nabi Terakhir, Ya Allah, Sejahtera dan Bahagia, Zaman Wis Akhir, Ikut Perintah-Nya, Karena Ilahi, atau Kesyukuran yang Suci. Kelompok rock asal Surabaya AKA yang didukung Utjok Harahap, Arthur Kaunang, Soenatha Tandjung, dan Syech Abidin, di perusahaan rekaman yang sama pun mengeluarkan album bertema qasidah modern.
Uniknya, baik Koes Plus maupun AKA dan beberapa personelnya seperti Yon Koeswoyo (Koes Plus), Soenatha Tandjung, dan Arthur Kaunang (AKA) justru bukan penganut Islam. Lalu Bimbo pun tak ketinggalan merilis album qasidah modern dengan lagu-lagu, seperti Rindu Kami pada-Mu, Qasidah Matahari dan Rembulan, Dikaulah Tuhan Terindah, hingga Anak Bertanya pada Bapaknya. Menariknya dalam penulisan lirik lagu, Bimbo menjalin kolaborasi dengan penyair Muslim, Taufiq Ismail. Selain itu, Bimbo yang didukung Sam, Acil, Jaka, dan Iin Parlina, juga memperoleh kontribusi penulisan lirik dari K.H. Miftah Faridl, E.Z Muttaqien, Endang Sjaifuddin Anshari, dan banyak lagi.
Tak semuanya menuai sukses. Itu patut diakui. Namun, dari pergulatan yang kompetitif, mencuat salah satu di antaranya adalah kelompok Bimbo asal Bandung Jawa Barat, yang kemudian berlanjut hingga sekarang ini. Bahkan, Bimbo yang tahun ini genap berusia 40 tahun, memperoleh predikat sebagai kelompok musik religius.
Penggagas
Lalu siapakah sesungguhnya yang menggagas munculnya terminology qasidah modern dalam industri musik (pop) Indonesia? Dalam catatan, ada pemusik bernama Agus Sunaryo yang memimpin kelompok musik Bintang-bintang Ilahi berupaya memasukkan unsur qasidah modern dalam musik yang mengiringi qasidah. Instrumen combo band mulai dilibatkan di dalamnya, seperti keyboard, gitar elektrik, dan bass elektrik.
Tersebutlah Rofiqoh Darto Wahab, penyanyi qasidah yang telah mencuri perhatian ketika tampil dengan qasidah modern pada sebuah acara keagamaan yang berlangsung di kota kelahirannya, Pekalongan, pada tahun 1964. Lalu ada kelompok qasidah wanita yang bermain dengan setumpuk instrumen band bernama Nasyidah Ria, yang antara lain memopulerkan lagu Perdamaian, lagu yang kemudian dibawakan dalam versi rock oleh kelompok Gigi. Artis lainnya yang mencoba berqasidah modern, antara lain penyanyi Fenty Effendy serta Djamain Sisters yang didukung Rien Djamain.
Pro dan kontra perihal qasidah modern pun menyembur. Mochtar Luthfy El Anshary, salah seorang ahli musik qasidah, yang pernah memimpin Orkes Gambus Al Wardah dan Hasan Alaydrus dari Orkes Gambus Al Wathan, menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Agus Sunaryo dengan embel-embel qasidah modern sebetulnya tak bermuatan anasir modernisasi qasidah. ”Saya hanya melihat musik band yang pop telah dipaksakan dengan syair-syair lama,” kata Alaydrus, seperti yang ditulis majalah Tempo edisi 37/IV/16/ 22 November 1974.
Mochtar Luthfy El Anshary berpendapat, ”Pantun-pantun bahasa Arab itu diletakkan dalam irama yang tidak tepat.” Namun, niat untuk ‘memodernisasi’ qasidah tiada pernah berhenti. Dari tahun ke tahun pergeseran telah terlihat dengan nyata. Saat itu, pada tahun 1974, Koes Plus yang menoreh kontroversi, karena juga merilis album Natal, menyanyikan syair religius dengan menggunakan bahasa Jawa pada lagu bertajuk Zaman Wis Akhir.
Bimbo sendiri banyak mengadopsi musik Flamenco dalam racikan musik qasidahannya. Dan, Bimbo bahkan telah mencoba melepaskan diri dari pakem qasidah yang berbasis bahasa Arab. ”Kami menggunakan syair berbahasa Indonesia,” ujar Samsudin Hardjakusumah atau lebih dikenal dengan Sam Bimbo.
Keragaman
Saat ini keragaman musik religius sangat terasa. Ada yang menyelusupkan pengaruh musik R&B (rhythm and blues), seperti yang dilakukan oleh kelompok Shaka hingga Nawaitu Project. Kelompok Gigi bahkan seolah meneruskan apa yang pernah dilakukan oleh kelompok rock, AKA, pada tahun 1975, memasukkan anasir musik rock yang dinamis dan sarat gegap gempita.
Debby Nasution dari Gank Pegangsaan dalam album solo religiusnya malah memasukkan repertoar klasik milik Johann Sebastian Bach. Ada pula yang membaurkannya dalam musik jazz, seperti album Sound of Beliefe. Gito Rollies mendaur ulang dua hit dari The Rollies yakni Hari Hari dan Kau yang Kusayang, tetapi dengan lirik yang telah mengalami perubahan, dari tema hedonistic materialistic menjadi kontemplasi religi.
Hingga saat ini, sudah tak terhitung lagi jumlah album religius yang beredar di tengah masyarakat. Opick, seorang pemusik rock yang gagal dalam karier musik rocknya, malah menemukan jati diri musikal yang sesungguhnya pada musik religius.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates